“Mengapa motret street di Pasar Gede terus, Bay?”
Sebuah pertanyaan yang sering saya terima ketika memutuskan
untuk kembali memotret di Pasar Gede.
Street Photogaphy merupakan salah satu tema foto yang saya
suka ketika bertemu dengan renjana fotografi khususnya fotografi ponsel pintar.
Bagi saya, Street Photography tidak hanya memotret di jalanan pun ruang publik
semata. Ia adalah dokumentasi kota yang akan melintasi zaman. Sangat menarik
bagi saya untuk melihat apa yang terjadi pada suatu ruang publik maupun jalanan
beberapa atau bahkan 10-20 tahun yang akan datang.
Saya membuka kembali arsip-arsip foto yang saya potret dengan Galaxy S22 Ultra. Sejak memakai gawai yang membuat heboh pada tahun 2022 ini, kegiatan fotografi ponsel pintar yang saya lakukan kian meningkat. Pun sampai saat ini, saya terus memotret untuk menjaga konsistensi dan “feel” ketika memotret. Pisau yang tajam sekalipun jika tidak pernah diasah akan tumpul juga. Pun begitu juga dengan fotografi.
Saat melihat folder bernama Pasar Gede, tiba-tiba saya tertarik untuk membukanya. Melihat kembali foto-foto yang saya potret dengan Galaxy S22 Ultra, ada perasaan yang tiba-tiba muncul, semacam perasaan nostalgia yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Mungkin ini yang pernah dikatakan oleh fotografer idola saya, Govinda Rumi, bahwa pada akhirnya sebuah foto tidak melulu harus tempat yang indah, yang penting adalah menyimpan memori untuk masa depan.
Saat melihat foto-foto yang berada dalam folder Pasar Gede tersebut, satu persatu tanya mulai muncul. Apakah becek-becak yang senantiasa menunggu pelanggan di depan Pasar Gede akan terus eksis? Apakah bangunan-bangunan yang ada di sekitar Pasar Gede akan berganti fasadnya atau bahkan hilang untuk selamanya? Pun, apakah Pasar Gede masih menarik di mata wisatawan 10-20 tahun yang akan datang? Tanya-tanya yang kerap muncul dan berputar di kepala tersebut, membawa saya pada sebuah alasan mengapa saya suka memotret khususnya Street Photography.
Saya terhenti cukup lama pada sebuah foto sederhana, tetapi menarik bagi saya. Foto tersebut mengabadikan beberapa wisatawan yang sedang menyeberang di jalanan di depan Pasar Gede. Ada yang menuju ke arah saya dan ada pula yang berjalan sebaliknya. Saya memotret mereka karena Kota Solo sedang naik daun dan Pasar Gede menjadi salah satu tujuan para wisatawan. Lalu, tanya pun muncul. Apakah Pasar Gede akan masih seperti ini pada tahun-tahun yang akan datang?
Saya kembali melanjutkan melihat arsip foto-foto yang berada di folder Pasar Gede. Ada satu foto yang sangat menarik perhatian saya. Saya ingat betul, pada waktu itu, Kota Solo baru saja diguyur hujan yang membuat jalanan kota menjadi basah. Pasar Gede tetap Pasar Gede. Pada suatu sudut di Pasat Gede bagian barat, suasana tiba-tiba menjadi riuh ketika para pedagang saling bercanda. Momen ini saya coba tangkap melalui mata lensa Galaxy S22 Ultra. Saat melihat foto tersebut, tanya kembali muncul. Bagaimana suasana di sudut ini beberapa atau 10-20 tahun yang akan datang? Apakah orang-orang di sini masih berjualan? Apakah Pasar Gede bagian barat akan masih seperit ini?
Saya tiba-tiba teringat dengan Sharbat Gula si Gadis Afghanistan. Kisahnya yang pernah dimuat pada sebuah majalah ternama membuat saya berpikir kembali ketika melihat orang-orang yang masuk dalam foto yang saya potret. Bagaimana keadaannya sekarang?
Usai dari folder Pasar Gede, saya beralih menuju folder Grebeg Besar. Grebeg Besar merupakan salah satu tradisi yang masih dilangsungkan oleh Keraton Kasunanan Surakarta untuk memperingati Hari Raya Kurban. Saat saya memotret kegiatan budaya seperti ini, tidak jarang saya memakai “cara-cara” Street Photography.
Dalam bahasa fotografer senior Indonesia, Chris Tuarisa, Street Photography merupakan sebuah pendekatan. Ia adalah cara yang dapat diterapkan untuk tema-teman fotografi lain. Hal ini senada dengan fotografer idola saya, Govinda Rumi, yang memotret foto pernikahan dengan gaya Street Photography. Hasilnya? Menarik dan ini yang menjadi nilai jual seorang Govinda Rumi.
Tanya-tanya yang muncul dalam kepala saya boleh jadi dianggap berlebihan. Namun, bagi saya, hal tersebut yang membuat Sreet Photography yang saya jalani memiliki arti tersendiri setidaknya untuk diri saya pribadi.
Saya teringat dengan ucapan fotografer senior pada ranah Street Photography, Chris Tuarisa bahwa Street Photography itu mendokumentasikan kota. Seambigu apa pun foto street, ia harus punya cerita. Setidaknya sang fotografer mampu menceritakan fotonya.
Street Photography membawa saya pada sebuah perjalanan fotografi yang tidak akan menemui ujung sampai saya tidak dapat memotret lagi. Ketertarikan saya pada Street Photography dimulai dari sebuah tanya sederhana. Bakal jadi apa, ya, tempat ini 10 atau 20 tahun lagi?
Dalam Mata Lensa
Mengapa Street Photography?
0 Komentar